Berbagai kesulitan juga akan diceritakan untuk melihat bagaimana usaha dari tokoh biografi dalam menjalankan kehidupannya. Selanjutnya juga ada ada perjalanan karir dari tokoh tersebut mulai dari orang yang bukan apa-apa menjadi orang yang sangat dikenal. Perjuangan mereka untuk masyarakat juga bisa diceritakan, sehingga bisa memberikan dampak yang besar kepada orang lain. Biografi umumnya memiliki sifat kronologis. Artinya kisah dari tokoh diceritakan berdasarkan waktu mulai dari awal hingga akhir. Selain itu, bisa juga membuat beberapa alur seperti maju dan mundur untuk membuat kisah menjadi tidak monoton. Apa yang ditulis pada biografi adalah kejadian nyata yang memang benar-benar terjadi. Itulah kenapa yang ditulis sesuai dengan kronologi kejadian, mulai dari waktu seseorang atau tokoh berjuang ketika kecil sampai akhirnya mereka bisa meraih kesuksesan. Penulisan sesuai dengan kronologi ini juga akan memudahkan seseorang untuk mengetahui kira-kira kapan kejadiannya. Dengan begitu, seseorang bisa tahu bagaimana sejarah dari tokoh dalam biografi tersebut secara detail. Ciri lain dari biografi adalah mengisahkan suatu perjalanan yang personal dari tokoh.
Setelah lulus dari Sekolah Dagang Prins Hendrik pada tahun 1921, Hatta pergi ke Rotterdam untuk belajar administrasi bisnis di Nederland Handelshogeschool di Belanda. Hatta melapor dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dan tinggal di Belanda selama 11 tahun. Di sana, Hatta aktif bergabung dengan organisasi pergerakan dan bergabung dengan perhimpunan Indonesia. Salah satu akibat dari aktivitasnya dalam organisasi tersebut menyebabkan Hatta ditangkap oleh pemerintah Belanda. Namun, ia kemudian dibebaskan karena Hatta menyampaikan pidato pembelaannya yang terkenal “Indonesia Merdeka”. Dalam buku Bung Hatta Di Mata Tiga Putri (2015) karya Meutia Farida Hatta, Bung Hatta adalah orang Indonesia yang mengoleksi buku sejak berusia 16 tahun. Sejak saat itu koleksi bukunya bertambah. Hatta telah tinggal di Belanda selama 11 tahun dan merupakan siswa yang memiliki koleksi buku paling banyak di antara siswa lainnya. Koleksi buku Bung Hatta mulai dari ekonomi, hukum, pemerintahan, administrasi pemerintahan, filsafat, agama, politik, sejarah, sosiologi, antropologi, dan sastra. Sekembalinya ke Indonesia dari Belanda, Hatta bersama rekan-rekannya harus mengemas 14 kotak berukuran 1 x 1 x 1 meter untuk buku-bukunya. Kegemaran membaca Bung Hatta membawanya menjadi tokoh penting di Indonesia. Buku-buku Hatta selalu tertata rapi dan tampak seperti baru. Karena Hatta selalu memperlakukan buku-bukunya dengan baik. Ketika Hatta mengundurkan diri sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia, Hatta memiliki ruang perpustakaan yang jauh lebih besar daripada ketika masih menjabat. Karena itu, Hatta memiliki seorang pustakawan untuk membantunya mengatur buku berdasarkan mata pelajaran. Dia adalah Gustav Apituley, orang Ambon. Mohammad Hatta meninggal dunia pada 14 Maret 1980 di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta. Ia kemudian di makamkan di Pemakaman Umum Tanah Kusir di Jakarta.
Sampai pada tahun 1931, Mohammad Hatta mundur dari kedudukannya sebagai ketua karena hendak mengikuti ujian sarjana, sehingga ia berhenti dari PI; namun demikian ia akan tetap membantu PI. Akibatnya, PI jatuh ke tangan komunis, dan mendapat arahan dari partai komunis Belanda dan juga dari Moskow. Setelah tahun 1931, PI mengecam keras kebijakan Hatta dan mengeluarkannya dari organisasi ini. PI di Belanda mengecam sikap Hatta sebab ia bersama Soedjadi mengkritik secara terbuka terhadap PI. Perhimpunan menahan sikap terhadap kedua orang ini. Pada Desember 1931, para pengikut Hatta segera membuat gerakan tandingan yang disebut Gerakan Merdeka yang kemudian bernama Pendidikan Nasional Indonesia yang kelak disebut PNI Baru. Ini mendorong Hatta dan Syahrir yang pada saat itu sedang bersekolah di Belanda untuk mengambil langkah kongkret untuk mempersiapkan kepemimpinan di sana. Hatta sendiri merasa perlu untuk menyelesaikan studinya terlebih dahulu. Oleh karenanya, Syahrir terpaksa pulang dan untuk memimpin PNI. Kalau Hatta kembali pada 1932, diharapkan Syahrir dapat melanjutkan studinya. Sekembalinya ia dari Belanda, ia ditawarkan masuk kalangan Sosialis Merdeka (Onafhankelijke Socialistische Partij, OSP) untuk menjadi anggota parlemen Belanda, dan menjadi perdebatan hangat di Indonesia pada saat itu.
Atmosfer pergerakan mulai mewarnai Indische Vereeniging semenjak tibanya tiga tokoh Indische Partij (Suwardi Suryaningrat, Ernest Douwes Dekker, dan Tjipto Mangunkusumo) di Belanda pada 1913 sebagai orang buangan akibat tulisan-tulisan tajam anti-pemerintah mereka di media massa. Pada usia 17 tahun, Hatta lulus dari sekolah tingkat menengah (MULO). Lantas ia bertolak ke Batavia untuk melanjutkan studi di Sekolah Tinggi Dagang Prins Hendrik School. Di sini Hatta mulai aktif menulis. Karangannya dimuat dalam majalah Jong Sumatera, “Namaku Hindania!” begitulah judulnya. Berkisah perihal janda cantik dan kaya yang terbujuk kimpoi lagi. Setelah ditinggal mati suaminya, Brahmana dari Hindustan, datanglah musafir dari Barat bernama Wolandia, yang kemudian meminangnya. Pemuda Hatta semakin tajam pemikirannya karena diasah dengan beragam bacaan, pengalaman sebagai Bendahara Jong Sumatranen Bond Pusat, perbincangan dengan tokoh-tokoh pergerakan asal Minangkabau yang mukim di Batavia, dan diskusi dengan temannya sesama anggota JSB: Bahder Djohan. Setiap Sabtu, ia dan Bahder Djohan punya kebiasaan keliling kota. Selama berkeliling kota, mereka bertukar pikiran tentang berbagai hal mengenai tanah air.